Tuesday, May 17, 2016

Lebih Asyik Berbincang via Smartphone




Kalau dompet ketinggalan, masih bisa pinjam uang ke teman lain. Namun, kalau smartphone yang ketinggalan, sulit mencari ganti untuk berbincang dengan lawan bicara di seberang sana. Selain itu, tak membawa gawai berarti tak bisa menikmati topik hangat yang sedang diperbincangkan di grup dan tak bisa ikut berkomentar menanggapi.

Inilah salah satu gambaran kedekatan masyarakat saat ini dengan alat komunikasi yang dimiliki yang seolah tidak bisa terpisahkan dari smartphone, tablet, dan sejenisnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, semakin banyak aktivitas yang memanfaatkan gawai, salah satunya kegiatan berkomunikasi dengan individu lain.

Jalur komunikasi yang mengandalkan internet kini memang semakin dikenal luas oleh masyarakat, tak terkecuali di Indonesia. Dahulu berkirim pesan hanya bisa dengan short message service (SMS), lalu muncul Blackberry messenger. Kemudian, aplikasi seperti Whatsapp, Skype, LINE, Kakao, Telegram, dan lainnya bermunculan. Dalam aplikasi-aplikasi zaman sekarang, pengguna tidak hanya dapat berkomunikasi secara teks dengan lawan bicaranya, tetapi juga dapat saling mengirimkan dokumen, foto, suara, bahkan bertelepon lewat platform tersebut.

Jajak pendapat yang diadakan Litbang Kompas menunjukkan tingginya minat masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan, untuk berbincang lewat aneka aplikasi di gawai yang didukung dengan internet. Sebanyak lima dari sepuluh responden di 12 kota besar di Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki, kini lebih memilih berkomunikasi lewat teks di smartphone, tablet, desktop dengan bantuan Whatsapp, LINE, Skype, Facebook, Path, dan lainnya. Apalagi, tak ada biaya khusus untuk memakai aplikasi-aplikasi ini, cukup membayar biaya internet.

Aplikasi untuk berbincang

Tak hanya di Indonesia, aplikasi untuk berbincang juga diminati di level global. Menurut Statistika.co.id pada Februari 2016 lebih dari 1 miliar pengguna Whatsapp yang aktif, naik dari sekitar 700 juta pada Januari 2015. Aplikasi layanan pesan instan untuk smartphone yang mengandalkan internet untuk transmisi pesan ini memungkinkan penggunanya berbagi pesan teks, gambar, dan video. Saat ini, Whatsapp menangani lebih dari 600 juta foto dan 64 miliar pesan setiap hari.

Sementara itu, LINE di seluruh dunia pada kuartal pertama 2016 memiliki lebih dari 218 juta pengguna aktif. Aplikasi ini dikembangkan oleh para insinyur NHN di Jepang untuk menanggapi infrastruktur telekomunikasi yang rusak pascagempa Tohoku dahsyat pada Maret 2011. Awalnya, perangkat lunak ini dijadikan saluran komunikasi alternatif internal perusahaan. Akhirnya, aplikasi ini dibebaskan untuk digunakan masyarakat umum akhir 2011. Meskipun diprioritaskan untuk dipasang di smartphone dan komputer tablet, versi untuk komputer pribadi juga disediakan oleh pihak produsen. Selain bertukar pesan, LINE juga mampu mengemban fungsi pertukaran foto, video dan pesan audio, serta melakukan secara gratis Voice over Internet Protocol (VoIP) percakapan dan konferensi video, serta permainan. Pada 2012, LINE berkembang menjadi jaringan sosial, dengan fitur serupa dengan Facebook.

Ada juga aplikasi KakaoTalk. Jumlah pengguna aktif KakaoTalk di seluruh dunia pada akhir 2015 mencapai 48,32 juta. pengguna aktif di seluruh dunia. Sekarang muncul aplikasi Telegram yang telah memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif. Setiap hari sekitar 350.000 pengguna baru mendaftar Telegram.

Grup diminati

Jika percakapan dua orang saja seru, apalagi jika berbincang-bincang dengan teman ataupun kerabat. Fasilitas grup yang disediakan aplikasi chatting pun digemari. Berdiskusi tentang topik hangat dan berbagi informasi bisa dilakukan dengan sekelompok orang yang diinginkan tanpa harus beranjak dari kursi. Tidak ada lagi kendala jarak untuk berkomunikasi dengan mereka yang berbeda negara. Perbedaan bahasa antaranggota grup pun tidak lagi menjadi kendala karena adanya sarana penerjemah bahasa.

Hampir 60 persen responden mengaku memiliki grup di dalam aplikasi chatting yang ada di smartphone, tablet, dan komputer mereka. Jika gawainya diintip, sebagian besar dari kelompok ini terlibat dalam satu hingga lima grup. Bahkan, ada yang mengaku terdaftar dalam lebih dari 10 grup. Hal yang menarik, semakin tinggi latar belakang pendidikan responden, semakin banyak mereka terdaftar dalam grup.

Banyak yang bisa dibicarakan di dalam grup. Bagi warga yang bekerja, baik berstatus karyawan maupun wirausaha, topik yang kerap diperbincangkan adalah aneka hal yang terkait dengan pekerjaan. Sementara itu, bagi ibu rumah tangga, pensiunan, dan pelajar, topik yang menyangkut keluarga lebih ramai dibicarakan. Selain itu, topik pertemanan juga tak jarang muncul di dalam grup.

Menggeser cara konvensional

Komunikasi interpersonal, menurut EM Griffin, merupakan komunikasi dua orang yang mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan dalam bertukar pesan. Komunikasi interpersonal terjadi dalam interaksi tatap muka atau secara langsung. Komunikasi tatap muka dilakukan secara real time dan ruang yang nyata, atau pendeknya bertemu secara fisik.

Dalam proses komunikasi tatap muka, kedua pihak akan saling menyampaikan informasi dalam bentuk verbal dan nonverbal sehingga dapat menjalin hubungan, dan kesalahpahaman dapat dihindari. Pada saat itu terjadi tatap muka langsung yang menyebabkan pelaku komunikasi melihat respons lawan bicara dan ekspresinya, dan lebih dapat memilih kata-kata yang akan diucapkan.

Perkembangan teknologi yang ada dalam gawai ternyata menggeser prinsip dalam komunikasi interpersonal yang mensyaratkan tatap muka. Saat ini masyarakat di kota-kota besar di negeri ini menilai komunikasi interpersonal yang dilakukan lewat alat komunikasi digital mampu menggantikan komunikasi interpersonal dengan tatap muka. Tujuh dari sepuluh responden mengatakan, komunikasi yang mereka lakukan secara teks lewat berbagai aplikasi yang mengandalkan jaringan internet bahkan sudah efektif. Komunikasi yang dibantu teknologi ini dianggap sudah mempermudah mereka tanpa terkendala jarak dan ruang. Apalagi, masalah kecepatan pengiriman tak lagi menjadi kendala.

Meski semakin memudahkan, kehati-hatian dalam berkomunikasi lewat aplikasi dan gawai harus tetap dikedepankan. Ada saja orang-orang yang tak bertanggung jawab memanipulasi identitas untuk aneka tujuan yang negatif. Selain itu, terlalu asyik berbincang dengan orang ataupun grup lewat aplikasi juga bisa merusak produktivitas dan mengabaikan orang-orang terdekat. Berbincang lewat aplikasi seharusnya mampu mendekatkan yang jauh tanpa menjauhkan yang dekat.

0 comments: