Tuesday, May 17, 2016

Saleh Husin Peringati Hari Batik Nasional di Museum Tekstil




Menteri Perindustrian Saleh Husin merayakan Peringatan Hari Batik Nasional 2015 yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober di Museum Tekstil, Jakarta. Ia bersama Ketua Yayasan Batik Indonesia Jultin Ginandjar dan para istri kabinet berkumpul di Museum Tekstil, Tanah Abang, Jakarta. 

Setelah dikukuhkan sebagai salah satu warisan budaya dunia pada 2009 lalu, industri batik mampu membuktikan eksistensi batik Indonesia di mata dunia. Menurutnya, batik merupakan wujud kekayaan dan keragaman budaya Indonesia. 

Menperin juga menambahkan nilai ekspor batik masih rendah dan ia mendorong untuk lebih meningkatnya dengan ragam dan kualitas produk batik khususnya pada dunia fashion yang kaya akan desain dan model aplikasi kain batik yang kini telah banyak orang memakai batik sebagai salah satu pakaian sehari-hari maupun di acara formil.


WNA Penumpang Air Asia Lolos Imigrasi di Bali




Terjadi kesalahpahaman komunikasi antara sopir bus penumpang AirAsia dengan petugas kontrol penerbangan di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali. Sebanyak 47 penumpang penerbangan internasional Singapura-Bali yang seharusnya keluar melalui pintu kedatangan internasional, diantarkan ke terminal kedatangan domestik.

Ketika petugas AirAsia menyadari kesalahpahaman tersebut dan mengarahkan para penumpang kembali ke bus, diketahui dari CCTV, salah satu penumpang yaitu warga Selandia Baru malah keluar bandara.

Kabag Humas Ditjen Imigrasi Heru Santoso mengaku pihaknya tengah menyelidiki alasan WNA yang tak kembali ke terminal internasional tersebut.

"Untuk kasus ini Otoritas Bandara Ngurai Rai sedang berkoordinasi membahas permasalahan (miskomunikasi AirAsia dan perginya warga Selandia Baru) ini," kata Heru melalui pesan singkat, Jakarta, Selasa 17 Mei 2016 malam.

Menurut dia, selain warga Selandia Baru yang hilang, seluruh WNA yang ada dalam rombongan penerbangan asal keberangkatan Bandara Changi itu sudah diperiksa oleh petugas. Namun terjadi perbedaan data jumlah penumpang pada keterangan Heru dengan laporan kronologi kejadian yang dikeluarkan Angkasa Pura 1 ini.

"Semua penumpang dalam bus yang berjumlah 48 orang WNA, sudah melapor ke petugas imigrasi untuk clearance kedatangan," ujar Heru.

Dari informasi yang dihimpun, kejadian tersebut terjadi pada Senin 16 Mei 2015 pukul 23.54 WITA. Saat itu, pesawat AirAsia QZ509 rute Singapura-Bali mendarat dengan 155 penumpangnya di Bandara Ngurah Rai. Pada waktu bersamaan, mendarat dua armada Air Asia rute Kuala Lumpur-Bali dan Perth-Bali.

Saat ketiganya mendarat, Air Asia menyiapkan 3 unit bus untuk mengantar penumpang dari landasan menuju terminal kedatangan.

Ahok di Ciliwung



Perahu yang dinaiki Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menyusuri Sungai Ciliwung beberapa kali berhenti. Sampah menyangkut di perahu Ahok dan rombongan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).

Berdasarkan pantauan Liputan6.com, Rabu (18/5/2016), saat mengikuti Ahok menyusuri Ciliwung, banyak sampah di sungai. Bibir sungai pun banyak bekas sampah yang menempel bahkan hingga ke dahan pohon. Tak hanya sampah, rumah berbahan tripleks juga masih banyak berjejer di tepi sungai.

Pemprov DKI Jakarta memang baru sukses menertibkan bangunan liar di Kampung Pulo, tak heran pemandangan Kampung Pulo yang sudah rapi dengan turap berbanding jauh dengan tetangganya di seberang, yakni Bukit Duri.

Di Bukit Duri, kumpulan rumah kumuh berjejer belum ditertibkan. Rencananya, Pemprov DKI menertibkan Bukit Duri usai pembangunan rusun selesai.

Menurut Ahok saat ini warga Kampung Pulo yang dulu menolak normalisasi Sungai Ciliwung justru berbalik mendukung program tersebut.

"Sekarang mana ada warga Kampung Pulo yang protes? Yang protes itu LSM yang dulu di Kampung Pulo sekarang ribut di Bukit Duri," ujar Ahok di Jembatan Kampung Pulo.



Gangguan Seksual Terhadap Objek Non-Seksual




Wanita kerap dipersepsi sebagai objek seksual. Hal yang bikin repot bukan wanita sebagai objek seksual, tetapi objek yang tidak biasa. Apa itu?

Studi gangguan perilakuseksual pada dasarnya berpendapat, apa saja bisa menjadi sumber erotik. Mulai dari pakaian dalam, sepatu wanita, bau parfum hingga kotoran manusia, bisa merangsang orang-orang tertentu secara seksual. Demikian pula mayat, binatang, hingga kanak-kanak, juga bisa memunculkan pikiran ngeres.

Dalam hal ini, yang bermasalah tentulah orang tersebut, bukan objeknya. Contoh-contoh itu juga jauh dari sebutan objek seksual yang konvensional (seperti, mohon maaf, wanita).

Secara psikologis, orang tersebut dikenal sebagai pengidap gangguan seksual (sexual behavior disorder), yang memiliki berbagai varian penyebab serta varian akibat ikutannya.

Jika sekarang ini orang heboh dengan kasus-kasus perkosaan, khususnya kasus yang ekstrem di mana korban diperkosa ramai-ramai dan kemudian dibunuh, maka sebenarnya permasalahan yang lebih besar dan serius adalah gangguan perilaku seksual seperti diuraikan di atas.

Betapa tidak serius, kalau diperkirakan dewasa ini ada sekitar dua puluhan ribu orang Indonesia yang menjadi penderitanya. Angka itu berasal dari asumsi 1 per mil penderita yang diasumsikan selalu ada pada setiap populasi.

Jika saja semua dari mereka aktif mencari korban anak, misalnya, bisa dibayangkan kehebohan yang muncul. 

Masalahnya, gangguan ini tidak banyak diperhatikan orang. Kalaupun diperhatikan, lebih kepada soal objek yang aneh-aneh serta imajinasi liar dari kita sendiri. Padahal, sekali lagi, situasinya tak kalah atau bahkan lebih seram dibanding pemerkosaan sekalipun.

Perhatikan bahwa bagi anak yang menjadi korban gangguan seksual ini, sebenarnya sudah sama dengan pembunuhan itu sendiri. Ini mengingat ada sesuatu yang dirampas dari anak, yakni harga diri dalam usia yang masih amat muda.

Bandingkan dengan eksibisionisme, yakni perilaku orang yang senang memperlihatkan alat kelamin, khususnya kepada wanita, dan memperoleh kepuasan seksual. Jika ditimbang-timbang, perilaku eksibisionistik itu tidak membahayakan nyawa wanita yang melihatnya.

Tetapi, menurut pengakuan wanita yang pernah menjadi korban, rasanya sudah seperti mati saja. Perasaan terhina, jijik, dan kotor jelas muncul pada mereka.

Menyadari bahwa dari setiap seribu orang terdapat satu penderita gangguan ini, maka perhatian serius harus diberikan. Yang terjadi, pada umumnya sebaliknya. Penderita diolok-olok dan dihina, sehingga gangguan makin lama makin berat.

Para paedhophil atau penyuka anak, misalnya, hampir tidak ada yang ujug-ujug begitu, namun semua butuh proses intens bertahun-tahun.

Jika dewasa ini, semua orang seperti memberikan perhatian luar biasa pada pelaku kejahatan seksual perkosaan, sehingga kemudian memperoleh label baru yakni "kejahatan luar biasa", maka perhatian serupa seyogyanya diberikan untuk gangguan ini.

Pada penderita gangguan ini, sekali lagi, tidak ada korban mati atau korban yang diperlakukan secara sadis. Namun, secara moral dan mental, sebenarnya para korban (khususnya korban anak atau manula) sudah mengalami kematian perdata.

Perhatian yang diharapkan terkait gangguan ini yang jelas bukan terkait hukuman bagi penderitanya. Hukuman berat, apalagi sampai dikebiri segala, hanya akan membuat penderitanya semakin menderita. Sudah sang korban menderita, pelakunya juga tak kalah menderita (karena makin lama gangguan perilakunya makin menjadi-jadi).

Munculnya perhatian masyarakat agar mencegah para pelaku beraksi, serta dukungan bagi mereka untuk mengubah perilaku melalui berbagai pelatihan, adalah dukungan yang diharapkan. Dengan begitu, para penderita terhindar dari ancaman hukum karena telah berperilaku tidak senonoh, sekaligus yang bersangkutan dilatih untuk lepas dari kecenderungan buruk tersebut.

Ya, berbeda dengan penyakit ketubuhan di mana penderita harus meminum obat, maka pada konteks ini, obatnya berupa latihan. Secara perlahan-lahan namun kontinyu, perilaku buruk terkait seksual itu dialihkan ke dalam bentuk yang lebih konvensional.

Sengkarut Timur Tengah




Sejak meletusnya revolusi Arab atau yang lebih dikenal dengan terma "Arab Spring" Desember 2010 dan awal 2011, dunia Arab terus bergolak hingga hari ini. Dibanding reformasi di Indonesia tahun 1998, Arab Spring boleh dibilang tidak berjalan mulus, bahkan gagal, serta diambang kebangkrutan. 

Arab Spring menarik untuk dicermati, selain karena terjadi secara tiba-tiba, revolusi ini diseru bukan dari masjid, tetapi dari pasar, bukan oleh aktor intelektual dan kaum profesional dari kelas menenagah atas (upper middle class) seperti umum terjadi, tetapi oleh kaum muda yang sebagian besar jobless. Bassam Tibi, intelektual asal Suriah yang kini menetap di Jerman, malah menyebut mereka sebagai "leaderless young group." (Bassam Tibi, The Sharia State: Arab Spring and Democratization, 2014).

Revolusi yang semula diharapkan membawa angin segar bagi tumbuhnya demokrasi dan kehidupan politik yang lebih beradab, kini berubah justru menjadi konflik dan perang saudara (civil war) yang berkepanjangan, bak benang kusut yang tak bisa diurai ujung pangkalnya.

Mc Millan (2015) menyebut konflik di kawasan MEANA (Middle East And Nourth Africa) ini tak ubahnya labirin, goa hantu, yang selain menakutkan, juga membuat orang-orang yang terjebak di dalamnya, tak mudah menemukan titik terang atau jalan keluar. (Mc Millan, From the First World War to the Arab Spring: 2015).

Sengkarut konflik politik di Timur Tengah pasca Arab spring, pada hemat penulis, ikut diperparah oleh tiga faktor. Pertama, munculnya Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) pada 2013.  NIIS memiliki kekuatan-kekuatannya sendiri, selain kelemahan-kelemahannya. Di antaranya, (1). NIIS memiliki "tanah air" di sebagian wilayah Irak dan Suriah yang dikuasai. (2). NIIS memiliki kekayaan yang melimpah dari ladang-ladang minyak dan sebagian dari bantuan negara-negara Teluk yang kaya, sehingga tidak sulit bagi NIIS untuk merekrut anggota baru dan memperkuat persenjataan, dan (3), dan ini yang juga penting, NIIS tampil pada saat yang tepat (the truth moment), di kala negara-negara Arab sedang gonjang-ganjing dan sedang mencari bentuk, akibat terpaan angin kencang Arab Spring.

Kedua, adanya intervensi dan masuknya kekuatan-kekuatan asing di Timur Tengah secara umum dan Suriah secara khusus. Dalam konflik Suriah saat ini, intervensi asing ini terasa makin kuat dengan spektrum yang semakin luas pula baik dilihat dari geopolitik, geo-strategi, maupun geo-ekonomi. Secara geopolitik, konflik Suriah tidak mudah diurai, lantaran terkait langsung dengan persoalan rivalitas Suni-Syiah di satu pihak, dan rivalitas Barat dengan RUC (Rusia dan China) di lain pihak. Di sini kita menyaksikan, berbagai kekuatan eksternal saling berkompetisi untuk menanamkan pengaruhnya, mulai dari Liga Arab, Amerika Serikat, Israel, Uni Eropa, Turki, Rusia, China, dan Iran dengan agenda kepentingan nasionalnya masing-masing.
     
Ketiga, selain kedua faktor di atas, perseteruan Arab Saudi dan Iran ikut memperburuk sengkarut politik di Timteng saat ini. Arab Saudi, sebagai penjaga dan pengawal dua Tanah Suci, Makkah dan Madinah, menempatkan dirinya sebagai imam negeri-negeri Sunni. Sementara Iran, pasca suskes revolusi tahun 79, menobatkan dirinya sebagai imam negeri Syiah. Seperti diketahui, Sunni merupakan kelompok mayoritas, sedangkan Syiah merupakan kelompok minoritas. Penguasa-penguasa Islam sepanjang sejarah berasal dari kelompok Sunni, baik pada masa pemerintahan Bani Uamayyah, Bani Abbas, maupun pada Kerajaan Turki Usmani. Kaum Syiah sempat berkuasa hanya pada pemerintahan Bani Fatmah (Dinasti Fatimiyah) di Mesir antara tahun 909 - 1172 M, lalu di Iran modern sekarang sejak 1979.

Namun, sejak tumbangnya Saddam Hossen dan jatuhnya Baghdad ke-2, oleh  Amerika dan sekutu, tahun 2004, kekuasaan Syiah makin meluas. Tak hanya Iran, tetapi juga Irak, Suriah, dan Lebanon (Selatan). Dikabarkan, untuk memperkuat pengaruhnya di Timteng, Iran membentuk dan memperkuat poros baru, yaitu: Iran, Irak, Suriah dan Libanon. Belum lagi, dengan tumbangnya Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang didukung Arab Saudi, oleh milisi Syiah Houthi, maka tak lama lagi, Yaman akan menjadi negeri Syiah. Bagi Arab Saudi, secara geopolitik, Yaman adalah benteng terakhir pertahanan Sunni. Dari sisi ini, bisa dimengerti mengapa Arab Saudi seperti panik, ngotot, dan membombardir milisi Syiah Houthi di Yaman tanpa malu-malu.

Serangan Arab Saudi ke Yaman, sesungguhnya dapat dimaknai sebagai "perang terbuka" antara Arab Saudi dan Iran. Ini amat berbahaya, apalagi bila "provokasi" Arab Saudi berhasil mempengaruhi dan menarik negeri-negeri Islam (Sunni) yang lain. Ini akan menimbulkan polarisasi yang akan menyeret umat Islam saling berhadap-hadapan satu dengan yang lain, dan akan memperbesar konflik sektarian Sunni-Syiah yang berkepanjangan.

Rekonsiliasi dan demokratisasi
Lantas, strategi apa yang dapat dipilih sebagai solusi alternatif menjawab sengkarut konflik politik di Timteng? Beberapa pakar, seperti Pernille Rieker dan Henrik Thune (2016), mengusulkan srategi damai melalui negosiasi dan dialog sebagai resolusi konflik. Tokoh lain, yaitu  Carlo Panara dan Gary Wilson (2013), mengusulkan strategi rekonsiliasi dengan cara berbagi peran antara militer dan kubu Islamis yang selama ini terus baku hantam. Sementara tokoh-tokoh lain, termasuk John L Esposito dan John Obert Voll, merekomendasi penyelesaian konflik politik di Timteng, pasca Arab Spring, melaui strategi demokratisasi. (John L Esposito, Et. All, The Arab Spring: New Patterns for Democracy and International Law, 2016).

Diakui, salah satu isu penting yang mengemuka dari peristiwa Arab Spring adalah pertanyaan, apakah Islam kompatibel dengan demokrasi? Apakah demokrasi dapat menjadi jalan terbaik mengatasi sengkarut konflik politik di Timteng?

Sebagian pakar meragukan dan pesimistis. Dalam banyak riset, disimpulkan, Islam justru dipandang sebagai pendorong otoritarianisme Arab (Rothstein, 2011 dan Chenny, 2012). Kesimpulan yang sama dikemukakan oleh Kuru, 2014 dan  Van Hoorn, 2013. Sejumlah 2/3 penduduk Mesir memilih pemerintahan seperti Arab Saudi ketimbang Turki. Dari vedio yang diputar NIIS, tidak semua pemuda Mesir yang terpelajar dan melek IT, setuju dan pro demokrasi.

Namun, tidak sedikit pula pakar yang bersikap optimistik. Sikap ini didasarkan pada kecenderungan baru pada era globalisasi yang menyemburkan gerakan liberalisasi dan demokratisasi saat ini. Inilah demokrasi gelombang keempat (the fourth wave democracy) yang diramalkan Huntington akan menyapu seluruh negeri/bangsa di dunia, tak terkecuali negeri-negeri Arab dan Afrika Utara.

Beberapa hasil studi memperkuat pendapat yang optimistik ini. Penelitian yang dilakukan John L Esposito terhadap enam negeri Islam, meliputi Algeria, Mesir, Sudan, Iran, Pakistan, dan Malaysia, menunjukkan dengan jelas bahwa tidak ada kontradiksi antara Islam dan demokrasi. Dengan kata lain, Islam sejalan dan kompatibel dengan demokrasi. Studi lebih luas dan dalam dilakukan oleh Gallup terhadap 25 negeri Islam (2001 dan 2007) dengan kesimpulan yang sama: Islam sebangun dengan demokrasi.

Mungkin fakta ini yang menjadi dasar Zaid al-Elaimy, tokoh pro demokrasi asal Mesir, yang menyatakan bahwa demokrasi di Timteng akan terus bergerak. Meski Arab Spring gagal dan tak bisa mengakhiri otoritarianisme Arab, al-Elaimy menegaskan bahwa gerakan pro demokrasi akan terus bergulir. 

Disadari, demokratisasi di tanah Arab ini tidak mudah, bahkan terjal dan berliku. Menurut Ali Kadri (2016), demokratisasi Arab akan berhasil dengan prasyarat-prasyarat khusus. Pertama, demokratisasi harus mampu menciptakan institusi politik yang representative, accountable dan transparan, serta menjamin hak-hak politik rakyat. Kedua, memastikan konsolidasi proses demokrasi berjalan baik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, memperbesar kesempatan kerja, dan mengurangi pengangguran. Ketiga, secara bertahap, gerakan demokratisasi harus bisa mengeliminasi elemen-elemen otoritarianisme yang selama ini menghadang demokratisasi.

Jika berbagai persyaratan ini dipenuhi, Ali Kadri yakin, proses demokrasi di tanah Arab akan bejalan smooth. Baginya, ini hanya soal waktu, bukan substansi. Semoga saja demikian! Wallahu a`lam!

A Ilyas Ismail
Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Dekan FAI UIA Jakarta

Lebih Asyik Berbincang via Smartphone




Kalau dompet ketinggalan, masih bisa pinjam uang ke teman lain. Namun, kalau smartphone yang ketinggalan, sulit mencari ganti untuk berbincang dengan lawan bicara di seberang sana. Selain itu, tak membawa gawai berarti tak bisa menikmati topik hangat yang sedang diperbincangkan di grup dan tak bisa ikut berkomentar menanggapi.

Inilah salah satu gambaran kedekatan masyarakat saat ini dengan alat komunikasi yang dimiliki yang seolah tidak bisa terpisahkan dari smartphone, tablet, dan sejenisnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, semakin banyak aktivitas yang memanfaatkan gawai, salah satunya kegiatan berkomunikasi dengan individu lain.

Jalur komunikasi yang mengandalkan internet kini memang semakin dikenal luas oleh masyarakat, tak terkecuali di Indonesia. Dahulu berkirim pesan hanya bisa dengan short message service (SMS), lalu muncul Blackberry messenger. Kemudian, aplikasi seperti Whatsapp, Skype, LINE, Kakao, Telegram, dan lainnya bermunculan. Dalam aplikasi-aplikasi zaman sekarang, pengguna tidak hanya dapat berkomunikasi secara teks dengan lawan bicaranya, tetapi juga dapat saling mengirimkan dokumen, foto, suara, bahkan bertelepon lewat platform tersebut.

Jajak pendapat yang diadakan Litbang Kompas menunjukkan tingginya minat masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan, untuk berbincang lewat aneka aplikasi di gawai yang didukung dengan internet. Sebanyak lima dari sepuluh responden di 12 kota besar di Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki, kini lebih memilih berkomunikasi lewat teks di smartphone, tablet, desktop dengan bantuan Whatsapp, LINE, Skype, Facebook, Path, dan lainnya. Apalagi, tak ada biaya khusus untuk memakai aplikasi-aplikasi ini, cukup membayar biaya internet.

Aplikasi untuk berbincang

Tak hanya di Indonesia, aplikasi untuk berbincang juga diminati di level global. Menurut Statistika.co.id pada Februari 2016 lebih dari 1 miliar pengguna Whatsapp yang aktif, naik dari sekitar 700 juta pada Januari 2015. Aplikasi layanan pesan instan untuk smartphone yang mengandalkan internet untuk transmisi pesan ini memungkinkan penggunanya berbagi pesan teks, gambar, dan video. Saat ini, Whatsapp menangani lebih dari 600 juta foto dan 64 miliar pesan setiap hari.

Sementara itu, LINE di seluruh dunia pada kuartal pertama 2016 memiliki lebih dari 218 juta pengguna aktif. Aplikasi ini dikembangkan oleh para insinyur NHN di Jepang untuk menanggapi infrastruktur telekomunikasi yang rusak pascagempa Tohoku dahsyat pada Maret 2011. Awalnya, perangkat lunak ini dijadikan saluran komunikasi alternatif internal perusahaan. Akhirnya, aplikasi ini dibebaskan untuk digunakan masyarakat umum akhir 2011. Meskipun diprioritaskan untuk dipasang di smartphone dan komputer tablet, versi untuk komputer pribadi juga disediakan oleh pihak produsen. Selain bertukar pesan, LINE juga mampu mengemban fungsi pertukaran foto, video dan pesan audio, serta melakukan secara gratis Voice over Internet Protocol (VoIP) percakapan dan konferensi video, serta permainan. Pada 2012, LINE berkembang menjadi jaringan sosial, dengan fitur serupa dengan Facebook.

Ada juga aplikasi KakaoTalk. Jumlah pengguna aktif KakaoTalk di seluruh dunia pada akhir 2015 mencapai 48,32 juta. pengguna aktif di seluruh dunia. Sekarang muncul aplikasi Telegram yang telah memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif. Setiap hari sekitar 350.000 pengguna baru mendaftar Telegram.

Grup diminati

Jika percakapan dua orang saja seru, apalagi jika berbincang-bincang dengan teman ataupun kerabat. Fasilitas grup yang disediakan aplikasi chatting pun digemari. Berdiskusi tentang topik hangat dan berbagi informasi bisa dilakukan dengan sekelompok orang yang diinginkan tanpa harus beranjak dari kursi. Tidak ada lagi kendala jarak untuk berkomunikasi dengan mereka yang berbeda negara. Perbedaan bahasa antaranggota grup pun tidak lagi menjadi kendala karena adanya sarana penerjemah bahasa.

Hampir 60 persen responden mengaku memiliki grup di dalam aplikasi chatting yang ada di smartphone, tablet, dan komputer mereka. Jika gawainya diintip, sebagian besar dari kelompok ini terlibat dalam satu hingga lima grup. Bahkan, ada yang mengaku terdaftar dalam lebih dari 10 grup. Hal yang menarik, semakin tinggi latar belakang pendidikan responden, semakin banyak mereka terdaftar dalam grup.

Banyak yang bisa dibicarakan di dalam grup. Bagi warga yang bekerja, baik berstatus karyawan maupun wirausaha, topik yang kerap diperbincangkan adalah aneka hal yang terkait dengan pekerjaan. Sementara itu, bagi ibu rumah tangga, pensiunan, dan pelajar, topik yang menyangkut keluarga lebih ramai dibicarakan. Selain itu, topik pertemanan juga tak jarang muncul di dalam grup.

Menggeser cara konvensional

Komunikasi interpersonal, menurut EM Griffin, merupakan komunikasi dua orang yang mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan dalam bertukar pesan. Komunikasi interpersonal terjadi dalam interaksi tatap muka atau secara langsung. Komunikasi tatap muka dilakukan secara real time dan ruang yang nyata, atau pendeknya bertemu secara fisik.

Dalam proses komunikasi tatap muka, kedua pihak akan saling menyampaikan informasi dalam bentuk verbal dan nonverbal sehingga dapat menjalin hubungan, dan kesalahpahaman dapat dihindari. Pada saat itu terjadi tatap muka langsung yang menyebabkan pelaku komunikasi melihat respons lawan bicara dan ekspresinya, dan lebih dapat memilih kata-kata yang akan diucapkan.

Perkembangan teknologi yang ada dalam gawai ternyata menggeser prinsip dalam komunikasi interpersonal yang mensyaratkan tatap muka. Saat ini masyarakat di kota-kota besar di negeri ini menilai komunikasi interpersonal yang dilakukan lewat alat komunikasi digital mampu menggantikan komunikasi interpersonal dengan tatap muka. Tujuh dari sepuluh responden mengatakan, komunikasi yang mereka lakukan secara teks lewat berbagai aplikasi yang mengandalkan jaringan internet bahkan sudah efektif. Komunikasi yang dibantu teknologi ini dianggap sudah mempermudah mereka tanpa terkendala jarak dan ruang. Apalagi, masalah kecepatan pengiriman tak lagi menjadi kendala.

Meski semakin memudahkan, kehati-hatian dalam berkomunikasi lewat aplikasi dan gawai harus tetap dikedepankan. Ada saja orang-orang yang tak bertanggung jawab memanipulasi identitas untuk aneka tujuan yang negatif. Selain itu, terlalu asyik berbincang dengan orang ataupun grup lewat aplikasi juga bisa merusak produktivitas dan mengabaikan orang-orang terdekat. Berbincang lewat aplikasi seharusnya mampu mendekatkan yang jauh tanpa menjauhkan yang dekat.

Seba Baduy - Tradisi Berjalan Kaki Bersama


Setelah berjalan kaki selama 3 hari dan sejauh 95 kilometer dari pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak, Banten. Belasan masyarakat Kecamatan Kanekes, Rangkas Bitung Lebak, Banten atau warga Suku Baduy dalam, Sabtu siang tiba di Kota Serang. Selain itu kurang lebih 1300 warga Suku Baduy luar berpakaian hitam dipimpin Ayah Mursid mengikuti berjalan kaki dari Stadioan Ciceri, Kota Serang, Banten menuju gedung eks Pendopo Lama Gubernur Banten dengan mengambil rute jalan protokol Kota Serang untuk melakukan ritual adat Seba Baduy.

Kedatangan ribuan warga suku baduy luar dan baduy dalam di depan gedung eks pendopo lama Gubernur Banten ini disambut meriah marching band Gita Surosowan. Kedatangan ribuan Suku Baduy kemudian disambut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, Opar Sochari.

Setelah itu salah satu perwakilan warga Kanekes, Baduy secara simbolis menyerahkan ribuan warga suku baduy kepada pemerintah Provinsi Banten untuk menggelar ritual adat Seba Baduy yang akan dilaksanakan pada malam harinya.

Dalam tradisi Seba Baduy ribuan masyarkat Suku Baduy akan menyerahkan hasil pertanian yang selama ini menjadi mata pencaharian masyarakat baduy di antaranya padi, pisang, gula aren, dan talas untuk diserahkan kepada Gubernur Banten yang disebut oleh warga suku baduy sebagai bapak gede.

Dalam tradisi Seba Baduy Ada tiga amanat yang akan disampaikan warga Suku Baduy kepada pemerintah Provinsi Banten, yakni menyampaikan amanat dari Pu’un kepada Pemerintah Provinsi Banten, menyampaikan kondisi alam warga Suku Baduy dan terakhir harapan warga Suku Baduy kepada Pemerintah Provinsi Banten untuk selalu menjaga keseimbangan alam di Baduy.